
Jumat, 06 Juli 2018
Jumat, 22 Juni 2018
Jumat, 20 April 2018
penyelesaian sengketa
Studi Kasus Sengketa Dalam Masalah Ekonomi dan Contoh Kasusnya
Ø Berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Pengertian sengketa
Dalam kamus Bahasa Indonesia
MenurutWinardi
Ø Pertentanganataukonflik yang terjadiantaraindividu-individuataukelompok-kelompok yang mempunyaihubunganataukepentingan yang samaatassuatuobjekkepemilikan, yang menimbulkanakibathukumantarasatudengan yang lain. (2007: 1)
Menurut Ali Achmad
Ø Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. (2003: 14)
Menurut Edi Prajoto
Ø Sengketa tanah adalah merupakan konflik antaradua orang ataulebih yang sama mempunyai kepentingan atas status hak objek tanah antara satu atau beberapa objek tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak. (2006:21).
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapatdiberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Cara Penyelesaian Sengketa
1. Negosiasi
Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, sehingga tidak ada prosedur baku, akan tetapi prosedur dan mekanis menyadiserahkan kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut. Penyelesaian sengketa sepenuhnya dikontrol oleh para pihak, sifatnya informal, yang dibahas adalah berbagai aspek, tidak hanya persoalan hukum saja. Dalam praktik, negosiasi dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu:
(1) untuk mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya dalam transaksi jualbeli, pihak penjual dan pembeli saling memerlukan untuk menentukan harga, dalam hal ini tidak terjadi sengketa;
(2) untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di antara para pihak. Dengan demikian, dalam negosiasi, penyelesaian sengketa dilakukan sendiri olehpihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.
2. Mediasi
Pengertian mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak ketiga (mediator) yang netral/tidakmemihak. Peranan mediator adalah sebagai penengah (yang pasif) yang memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian sengketa untuk selanjutnya ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi diberikan artise bagaicara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantuoleh mediator. Peran mediator membantu para pihak mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaian atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung.
3. Arbitrase
Berbedadenganbentuk ADR/APS lainnya, arbitrase memiliki karakteristik yang hampir serupa dengan penyelesaian sengketa adjudikatif. Sengketa dalam arbitrase diputus oleh arbiter atau majelis arbiter yang mana putusan arbitrase tersebut bersifat final and binding. Namun demikian, suatu putusan arbitrase barudapat dilaksanakana pabila putusan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (lihatPasal 59 ayat (1) dan (4) UU No.30/1999). Dalamhal para pihak sepakat untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka sengketa tidak dapat diselesaikan melalui pengadilan.
4. Litigas
Pengertian litigas adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus kepengadilan atau pengaduan danpenyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan. Proses pengadilan juga dikenal sebagai tuntutan hukum
dan istilah biasanya mengacu pada persidangan pengadilan sipil. Mereka digunakan terutama ketika sengketa atau keluhan tidak bisa diselesaikan dengan cara lain.
Contoh Kasus
Kasus PT. Sumalindo Lestari Jaya.
Melibatkan sengketa antar pemegang saham besar (Bakrie, Samin Tan dan Rothschild).
Kasus PT Sumalindo Lestari Jaya adalah contoh perseteruan antara pemegang saham mayoritas (SampoernadanSunarko) dengan pemegang saham minoritas (DeddyHartawanJamin). Dalam laporan tahunan Sumalindo pada 2012, mereka menguasai lebih dari 840 ribu hektar hutan alam dan 73 ribu hektar hutan tanaman industri(HTI).
Sumalindo menguasailebihdari 30%pasar Indonesia. Bahkan di tingkatdunia, iatermasuk lima besarprodusenkayu. Namunbegitu, sudahlimatahunbelakangan Sumalindo takpernahmembukukankeuntungan. Malahanhargasahamperusahaanraksasatersebut, yang padatahun 2007 senilaiRp 4.800, pada tahun 2012 terjunbebas di kisaranRp 100.
Karenaberbagailangkahuntukmencarikejelasanselalukandas, DeddyHartawanJamin, selakuPemegangSahamMinoritas pun mengajukanpermohonanuntukmengecekpembukuanrugi-labaperusahaan. Deddysejatinyamemilikihakuntukmelakukanpemeriksaanterhadapkinerjadanpembukuanperusahaan.Kenyataanbahwaselalukalahdalam voting, Deddy pun mengajukangugatankePengadilanNegeri Jakarta Selatan. Ada duahal yang dituntutnya, yakni audit terhadappembukuanperusahaandanbidangindustrikehutanan. Hasilnya, pada 9 Mei 2011 majelis hakim PN Jakarta Selatan mengabulkanpermohonantersebut.
Atasputusanpengadilannegeriitu pun, pihakmanajemen Sumalindo mengajukankasasikeMahkamahAgung (MA). Namunpada 12 September 2012, MahkamahAgungmenolakkasasi yang diajukan Sumalindo. Namun, hinggakinikeputusandari MA tersebut, belumdiketikdanaksesterhadappembukuanitubelumjugadiberikan.
Konflikdanperseteruanantarpemegangsahambisajugadiartikansebagailemahnyasistemhukum yang mengaturtentangemitendanperusahaanpubliktersebut.
Cara penyelesaiankasustersebutmelalui;
Arbitrase
Lembaga arbitrase akan lebih efektif dipilih untuk menyelesaikan sengketa ini, sepanjangdilakukan secara sukarela dan dengan itika dbaik. Karena secara prinsip, para pihak memiliharbitrase untuk menghindari pengadilan. Salah satu alasannya karena sifat tertutup arbitrase yang dapat menjaga kerahasiaan kasus mereka.
Namun untuk proses arbitrase, memperkirakan butuh waktu paling lama hingga delapan bulan hingga sengketa tersebut akhir nyamencapai sebuah putusan yang mengikat. Walaupun lebih lama, proses ini tetap lebih cepat dibandingkan penyelesaian lewat pengadilan. Tapi ini langkah yang paling tepat untuk mengambil keputusan karena persengketaan yang terjadi di pasar modal harus cepat diselesaikan serta bisa menghindari pembengkakan jumlah kerugian yang dialami oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Sumber:
v http://ekbis.rmol.co/read/2012/12/17/90339/Kasus-Bakrie-dan-Sumalindo-di-Pasar-Modal-Akibat-Ketiadaan-Transparansi-
Jumat, 23 Maret 2018
perlindungan konsumen
Masalah
perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan
pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama
masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh
karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.

A. Latar
Belakang Perlindungan Konsumen
Sebagaimana telah dikemukakan, konsumen merupakan salah satu pihak
dalam hubungan dan transaksi ekonomi yang hak-haknya sering diabaikan ( oleh
sebagian pelaku usaha). Akibatnya, hak-hak konsumen perlu dilindungi. Di bagian
ini dibahas aspek-aspek yang mengenai konsumen.
Menurut UU Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 2, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.
Hak konsumen yang diabaikan oleh
pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi perdagangan
bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa
yang dipasarkan kepada konsumen di Tanah Air, baik melalui promosi, iklan,
maupun penawaran secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam
memilih barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek ekploitasi
dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen
menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Berdasarkan
kondisi tersebut, upaya pemberdayaan konsumen menjadi sangat penting. Untuk
mewujudkan pemberdayaan konsumen akan sulit jika kita mengharapkan kesadaran dari
pelaku usaha terlebih dahulu. Karena prinsip yang digunakan para pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya adalah prinsip ekonomi, yaitu
mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin.
Artinya,dengan
pemikiran umum seperti ini, sangat mungkin konsumen akan dirugikan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
B. Definisi
Perlindungan Konsumen
Setelah memperbincangkan latar belakang masalah hak konsumen
tersebut, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan perlindungan konsumen.
Berdasarkan UU Pelindungan Konsumen pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak
dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-undangan
perlindungan konsumen justru bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta
mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan ada
dengan menyediakan barang/jasa yang berkualitas.
C. Azaz dan
Tujuan Konsumen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah
melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku
usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK
menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.
Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.
Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa
3.
Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen
4.
Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.
Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.
Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.
Asas
manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha.
Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak
lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.
Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang
mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan
melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan
menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.
Asas
keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen,
pelaku usaha serta
pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang
lebih dilindungi.
4.
Asas
keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.
Asas
kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
D. Hak dan
Kewajiban Pelaku Usaha
Ø Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan
Ø Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik
Ø Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukun sengketa konsumen
Ø Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang
diperdagangkan
Ø Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
· Kewajiban Pelaku Usaha
Ø Bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
Ø Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan
pemeliharaan
Ø Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam
memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan
kepada konsumen
Ø Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku
Ø Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba
barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi
Ø Memberi kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan
Ø Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian
E. Hak dan
Kewajiban Konsumen

Hak-hak
Konsumen
Ø Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa
Ø Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
Ø Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa
Ø Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan
Ø Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
Ø Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
Ø Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
Ø Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
Ø Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya
Kewajiban
Konsumen
Ø Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
Ø Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa
Ø Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
Ø Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut
f. Perbuatan
yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

v Pasal
8
(1) Pelaku
Usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a. Tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di isyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang- undangan
b. Tidak
sesuai dengan berat bersih,isi bersih atau netto,jumlah dalam hitungan sebagaimana
yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c. Tidak
sesuai dengan ukuran,takaran timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran
yang sebenarnya
d. Tidak
sesuai dengan kondisi,jaminan,keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label,etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. Tidak
sesuai dengan mutu,tingkatan,komposisi,proses pengolahan,gaya,mode,atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut
f. Tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,etiket,keterangan,iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
g. Tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang
baik atas barang tertentu
h. Tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,sebagaimana pernyataan "
Halal" yang di cantumkan dalam label
i.
Tidak memasang label
atau membuat pejelasan barang yang memuat nama barang,ukuran,berat/isi bersih
atau netto,komposisi,aturan pakai,tanggal pembuatan,akibat sampingan,nama dan
alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus di pasang/dibuat
j.
Tidak mencantumkan
informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang yang Rusak,cacat atau bekas,dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksut
(3) Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,cacat atau
bekas tercemar,dengan atau tanpa memberikan infomasi secara lengkap dan benar
(4) Pelaku
usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran
v Pasal
9
(1) Pelaku
usaha dilarang menawarkan,memproduksikan,mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa secara tidak benar,dan/atau seolah olah :
a. Barang
tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga,harga khusus,standar
mutu tertentu,gaya atau mode tertentu,karakteristik tertentu,sejarah atau guna
tertentu
b. Barang
tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru
c. Barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan /atau
sponsor,persetujuan,perlengkapan tertentu,keuntungan tertentu,ciri-ciri kerja
atau aksesori tertentu
d. Barang
dan/atau jasa tersebut di buat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor.perstujuan atau afiliasi
e. Barang
dan/atau jasa tersebut tersedia
f. Barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
g. Barang
tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
h. barang
tersebut berasal dari daerah tertentu
i.
Secara langsung atau
tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain
j.
menggunakan kata-kata
yang berlebihan,seperti aman,tidak berbahaya,tidak mengandung resiko atau efek
sampingan tampak keterangan yang lengkap
k. Menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
(2) Barang
dan/atau jasa sebagaimana dimaksut pada ayat (1) dilarang untuk di perdagangkan
(3) Pelaku
Usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran,promosi,dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
v Pasal
10
Pelaku Usaha dalam menwarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk di perdagangkan dilarang
menawarkan,mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar
atau menyesatkan mengenai :
a. Harga
atau tarif suatu barang dan/atau jasa
b. Kegunaan
suatu barang dan /atau jasa kondisi,tanggungan,jaminan,hak atau ganti rugi atas
suatu barang dan/atau jasa
c. Tawaran
potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
d. Bahaya
penggunaan barang dan/atau jasa
v Pasal
11
Pelaku Usaha dalam melakukan
penjualan melalui cara obral atau lelang,dilarang mengelabuhi/menyesatkan
konsumen dengan :
a. Menyatakan
barang dan /atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu
b. Menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah olah tidak mengandung cacat tersembunyi
c. Tidak
berniat untuk menjual barang yang di tawarkan melainkan dengan maksut menjual
barang lain
d. Tidak
menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksut menjual barang yang lain
e. Tidak
menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu dalam jumlah cukup dengan maksut
menjual jasa yang lain
f. Menaikan
harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
v Pasal
12
Pelaku Usaha dilarang
menawarkan,mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan
harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu,jika pelaku usaha
tersebut tidak bermaksut untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah
yang di tawarkan,dipromosikan,atau di iklankan.
v Pasal
13
(1) Pelaku
Usaha dilarang menawarkan,mempromosikan,atau mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain
secara cuma-cuma dengan maksut tidak memberikanya atau memberikan tidak
sebagaiman yang di janjikannya
(2) Pelaku
Usaha dilarang menawarkan,mempromosikan atau meniklankan obat,obat
tradisional,suplemen makanan,alat kesehatan,dan/atau jasa pelayanan kesehatan
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
v Pasal
14
Pelaku Usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan
hadiah melalui cara undian,dilarang untuk :
a. Tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan
b. Mengumumkan
hasilnya tidak melalui media masa
c. Memberikan
hadiah tidak sesuai yang diperjanjikan
d. mengganti
hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang di janjikan.
v Pasal
15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang
dapat menimbulkan gangguan fisik maupun psikis terhadap konsumen
v Pasal
16
Pelaku Usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. Tidak
menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang di
janjikan
b. Tidak
menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
v Pasal
17
(1) Pelaku
usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
a. Mengelabuhi
konsumen mengenai kualitas,kuantitas,bahan,kegunaan dan harga barang dan/atau
tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan dan/atau jasa
b. Mengelabuhi
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa
c. Memuat
informasi yang keliru,salah,atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa
d. Tidak
memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa
e. Mengeksploitasi
kejadian dan/atau seseoarang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan
f. Melanggar
etika dan/atau ketentuan peraturan perundang undangan mengenai periklanan.
Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran
iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).
Sumber :
·
Susanto,
Happy. 2009. Hak-hak Konsumen Jika dirugikan. Jakarta: Visimedia.
·
Rosmawati,
S.H.,M.H. 2015. Pokok-pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Palembang: Kencana.
·
http://www.academia.edu/8988793/HAK_DAN_KEWAJIBAN_KONSUMEN_menurut_Undang-undang_Perlindungan_Konsumen_Hak-Hak_Konsumen
Langganan:
Komentar (Atom)

